B120news.com– Kasus kakek peot cabuli difabel ganda di Barru, Sulawesi Selatan, akan masuk agenda penuntutan di Pengadilan Negeri Barru pada Selasa pekan depan.
Terdakwa AM (71) kini ditahan di Rutan Kejaksaan Negeri Barru.
Dia dilaporkan karena mencabuli perempuan penyandang disabilitas ganda pada Januari 2024 lalu.
Kasus ini mengundang perhatian dan keprihatinan banyak pihak.
Pengacara senior Kota Makassar, Firman SH, menyebut perbuatan AM mencerminkan rendahnya perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas, khususnya perempuan.
“Peristiwa ini tidak hanya mencoreng moral pelaku, tetapi menjadi cermin bagaimana perempuan dengan disabilitas masih sangat rentan terhadap tindak kejahatan seksual,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (3/5/2025).
Awalnya niat potong rambut, berakhir di kamar lantai satu salon
Dalam BAP penyidikan, terungkap bahwa AM datang ke salon tempat korban berada dengan alasan untuk memotong rambut.
Namun, setelah ajakan berhubungan badan ditolak oleh pegawai salon, AM justru turun ke kamar lantai satu dan mencabuli korban, yang saat itu sedang tertidur.
Korban adalah perempuan penyandang disabilitas ganda—fisik dan intelektual.
Tindakan keji AM dipergoki langsung oleh pegawai salon dan ibu korban, yang curiga setelah mendengar suara gaduh di kamar tersebut.
Tawarkan uang Rp700 ribu agar kasus tidak dilanjut
Setelah dipergoki, AM mencoba meredam kasus dengan memberikan uang sebesar Rp700 ribu.
Uang tersebut disebut sebagai bentuk “uang tutup mulut” agar kasus tidak dilanjutkan ke jalur hukum. Namun keluarga korban menolak dan memilih melaporkan AM ke polisi.
Kasus ini bisa dijerat KUHP dan UU TPKS
Firman SH bersama koleganya, Aswandi Hijrah SH.MH dari Lembaga Hukum Keadilan Nusantara, menilai bahwa perbuatan terdakwa dapat dijerat dengan pasal-pasal di KUHP dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“KUHP jelas mengatur larangan dan ancaman pidana bagi pelaku pencabulan. Pasal 289 dan 290 KUHP dapat digunakan dalam kasus ini karena ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap korban, serta korban berada dalam keadaan tidak berdaya,” ujar Aswandi.
“UU TPKS sangat tegas dalam memberikan perlindungan terhadap korban disabilitas. Pasal 42 hingga 47 mengatur secara khusus bentuk perlindungan, termasuk kewajiban negara untuk memastikan keadilan dan perlakuan setara terhadap korban dengan kebutuhan khusus,” tambah Firman.
Publik desak hukuman maksimal untuk kakek peot
Warga Barru, khususnya di sekitar Pasar Pekkae, mendesak agar terdakwa AM dijatuhi hukuman maksimal.
Mereka menilai perbuatan AM tidak bisa ditoleransi, terlebih dilakukan terhadap korban yang memiliki keterbatasan.
“Kalau cuma dihukum ringan, tidak akan ada efek jera. Ini perbuatan yang biadab,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Korban belum memiliki kuasa hukum pribadi
Sidang kasus ini telah digelar sebanyak enam kali. Namun hingga kini, korban belum memiliki kuasa hukum pribadi.
Hal ini disayangkan oleh berbagai pihak, mengingat korban merupakan penyandang disabilitas yang sangat rentan dan membutuhkan pendampingan hukum yang maksimal.
Sidang agenda tuntutan digelar Selasa depan
Kasi Pidum Kejari Barru, Muhammad Aslam, yang juga bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum, mengatakan bahwa sidang dengan agenda pembacaan tuntutan akan dilaksanakan pada Selasa pekan depan.
Editor : Darwis
Follow berita b120news.com di news.google.com