B120news.com– Sebanyak 100 tokoh yang tergabung dalam Penegak Kedaulatan Rakyat mendesak Presiden Jokowi untuk dimakzulkan.
Desakan ini terjadi jelang Pemilu 2024 yang akan berlangsung sebentar lagi.
Penegak Kedaulatan Rakyat menyampaikan usul pemakzulan tersebut saat bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD.
Sekretaris Pusat Kajian Bela Negara Universitas Bhayangkara Jakarta, Djuni Thamrin menilai peristiwa ini merupakan dagelan politik.
Pasalnya, para pelakunya tidak mengerti tata negara dan aturan perundang-undangan.
“Ini bukti bahwa demokrasi kita masih belum dewasa,” ujar Djuni dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/1/2024).
Djuni menjelaskan, Pemilu merupakan instrumen formal demokrasi. Pada pelaksanaannya harus diletakkan dan dijaga dengan etika yang baik dan demokrasi yang matang.
“Kita sedang menjalankan tahapan pemilu yang luber dan demokratis, sehingga tidak boleh disela dengan beragam interupsi politik yang berpotensi menyulut keributan dan menggagalkan tahapan pemilu yang mau take off ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Djuni menyampaikan, pemakzulan presiden adalah urusan politik di DPR dan sudah ada tatacara yang diatur.
“Sehingga menjadi salah kamar para inisator mengadu dan minta Kemenko Polhukam mendorong inisiasi pemakzulan Presiden Joko Widodo,” tegasnya.
Djuni menyampaikan, proses pemakzulan Presiden memerlukan 2/3 dari anggota DPR menyetujui agenda tersebut dan 2/3 yang hadir melakukan pemungutan suara.
“Saat kini semua anggota DPR berbagai level sedang mengurus nasibnya masing-masing untuk menghadapi kontestasi pemilihan umum. Sehingga hampir tidak mungkin dapat mewujudkan desakan tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, tuntutan dan agenda pemakzulan untuk bisa diwujudkan sebagai gerakan haruslah massif dan menjadi perhatian nasional.
Di mana Presiden terbukti telah melanggar sumpah atau melakukan tindakan pidana berat atau melakukan korupsi tingkat tinggi yang memang harus dimakzulkan.
Tuntutan tersebut juga harus disertai pula dengan bukti-bukti awal yang kuat. Kemudian perlu mendapat persetujuan dari 2/3 anggota DPR.
“Dalam kasus ini, tuntutan seperti sekarang ini terkesan sangat garing dan terlihat menjadi komoditas politik praktis dalam suatu kontestasi. Semacam agenda setting tertentu untuk di goreng-goreng seperti yang sering terjadi dalam setiap pemilu,” ujar Djuni.
Tak hanya itu, Djuni mengimbau semua pihak mewaspadai bahwa gerakan politik ini tidak murni untuk koreksi perbaikan demokrasi Indonesia di masa mendatang. Oleh karena itu, dia mendorong Polri segera bertindak.
“Polri mempunyai tanggung jawab untuk menangani secara profesional gerakan ini.
Bila penyelenggara pemilu dan penanggung jawab keamanan dalam negeri lengah, maka gerakan ini dapat mengecoh rakyat dan mengganggu keamanan dalam negeri,” pungkasnya.
Is