B120news.com– Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menegaskan bahwa penyidikan kasus dugaan kekerasan seksual yang menjerat oknum guru SD Inpres Mangga Tiga, IPT (32), sepenuhnya berlandaskan keterangan korban dan alat bukti sah, bukan pengakuan tersangka.
Pernyataan tegas ini disampaikan Arya menyusul bantahan pengacara tersangka yang menilai kliennya tidak pernah melakukan persetubuhan terhadap siswinya, SKA (12).
“Yang saya sampaikan adalah sesuai dengan keterangan korban dan alat bukti lainnya yang menyatakan bahwa tersangka diduga melakukan tindak pidana sebagaimana dilaporkan,” ujar Kombes Pol Arya Perdana saat dikonfirmasi zonafaktualnews.com, Minggu (5/10/2025).
Arya menegaskan, pengakuan tersangka bukan dasar penyidikan karena tidak termasuk dalam kategori alat bukti hukum.
“Tersangka boleh mengakui boleh tidak. Keterangan tersangka bukan alat bukti, karena itu mereka tidak disumpah saat pemeriksaan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, berbeda dengan saksi yang keterangannya diberikan di bawah sumpah, keterangan saksi justru memiliki kekuatan hukum dan wajib dijadikan alat bukti.
Lebih lanjut, Arya mengungkapkan bahwa hasil visum menjadi salah satu bukti kuat yang memperkuat laporan korban.
“Dari hasil visum ditemukan tanda robekan dan perdarahan pada area genital korban yang memperkuat dugaan tindak pidana,” tegasnya.
Atas dasar itu, penyidik menjerat IPT dengan Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda hingga Rp5 miliar.
“Karena pelaku adalah tenaga pendidik, ancaman hukumannya diperberat sepertiga,” tambah Arya.
Ia juga memastikan tidak ada ruang damai bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Tidak ada mediasi atau restorative justice dalam kasus kekerasan seksual. Proses hukum akan berjalan sampai ada putusan pengadilan,” tegasnya.
Pengacara: Klien Hanya Chat Mesra, Bukan Pelecehan
Sementara itu, pengacara IPT, Amiruddin Lili, membantah keras tuduhan yang menjerat kliennya.
Ia menegaskan, perbuatan IPT hanya sebatas komunikasi mesra melalui pesan daring.
“Klien saya tidak pernah melakukan hubungan badan dengan korban. Tidak ada pengakuan seperti yang diberitakan,” katanya, Sabtu (4/10/2025).
Menurutnya, hasil visum yang menyebut adanya luka tidak otomatis membuktikan adanya kekerasan seksual.
“Kalaupun visum menemukan luka, itu belum tentu akibat perbuatan klien saya,” ujarnya.
Amiruddin juga menilai perdamaian seharusnya bisa menjadi jalan terbaik bagi kedua pihak.
“Setahu saya, hukum tertinggi adalah perdamaian. Keadilan harus diberikan kepada semua pihak,” pungkasnya.
Editor : Darwis