B120news.com– Seorang aktivis Takalar, Arsyadleo, mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Takalar untuk segera membentuk tim khusus guna mengusut dugaan kerugian uang daerah yang mencapai Rp 1,76 miliar.
Kerugian ini diduga berasal dari delapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) dan sejumlah notaris terkait sanksi administrasi atas penertiban akta yang belum diterapkan.
Menurut Arsyadleo, dugaan ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Selatan tahun 2023 yang hingga kini belum ditindaklanjuti.
“Temuan Rp 1,7 miliar lebih ini seharusnya menjadi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun belum direalisasikan karena adanya kelalaian dari PPATS dan beberapa notaris,” tegasnya.
Arsyadleo menjelaskan bahwa PPATS dan notaris terlibat dalam transaksi tanah dan bangunan, di mana pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Tarif BPHTB sebesar 5% telah diatur dalam Pasal 40 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. BPHTB sendiri adalah pungutan yang ditanggung oleh pembeli, serupa dengan pajak penghasilan (PPh) bagi penjual.
“Namun, PPATS dan beberapa notaris tidak melaksanakan penertiban akta sesuai aturan, sehingga hal ini menjadi temuan BPK,” ungkapnya.
Arsyadleo mendesak Kejari Takalar untuk segera melakukan penyelidikan terhadap delapan PPATS di Kecamatan Pattallassang, Polut, Polsel, Mangarabombang, Sanrobone, Galesong Selatan, Galesong, dan Galesong Utara.
Selain itu, ia juga meminta pemeriksaan terhadap notaris dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Takalar.
“Tantangan dan desakan ini adalah bentuk dorongan kepada Kejari Takalar untuk mengusut tuntas kasus ini demi transparansi dan menyelamatkan uang daerah sebesar Rp 1,7 miliar,” pungkas Arsyadleo.
Editor : Darwis
Follow Berita B120news.com di Google News