B120news.com– Satu bulan berlalu sejak kasus jual beli sabu di dalam Lapas Kelas IIA Parepare terbongkar pada Senin, 22 September 2025 lalu.
Namun hingga kini, asal muasal sabu yang berhasil diselundupkan ke balik jeruji besi itu masih gelap.
Upaya penegak hukum menelusuri jaringan peredaran sabu di dalam lapas tampak jalan di tempat.
Saat dikonfirmasi, Kapolres Parepare AKBP Indra Waspada Yuda memilih irit bicara dan hanya mengarahkan awak media untuk menghubungi Kasat Narkoba.
“Untuk teknis ke Kasat Narkoba,” singkat Indra melalui pesan WhatsApp, Rabu (22/10/2025).
Namun hingga berita ini diturunkan, Kasat Narkoba Polres Parepare Iptu Tarmizi belum juga memberikan tanggapan atas pertanyaan terkait perkembangan kasus tersebut.
Pesan konfirmasi yang dikirim ke nomor pribadinya sejak siang belum direspons.
Padahal, kasus ini terbilang serius. Empat warga binaan telah ditetapkan sebagai tersangka, bersama dua orang dari luar lapas yang ditangkap saat bertransaksi.
Namun, sosok bandar besar atau pemasok sabu ke dalam lapas masih belum terungkap.
Terbongkar dari Aksi Dua Pembeli
Kasus ini bermula saat petugas Lapas Parepare mencurigai dua pria yang datang berpura-pura membesuk salah satu warga binaan.
Saat digeledah, petugas menemukan 18 sachet berisi kristal bening diduga sabu seberat 4,25 gram, disembunyikan di dalam bungkus rokok.
Kedua pria itu, berinisial AA dan R, langsung diamankan dan diserahkan ke Sat Narkoba Polres Parepare untuk penyelidikan.
“Dua pria itu diamankan karena usai membeli sabu dari dalam lapas. Keduanya sudah kami tahan,” ujar Iptu Tarmizi dalam pernyataan awal beberapa waktu lalu.
Dari hasil pengembangan, polisi menetapkan empat warga binaan berinisial A, AB, I, dan J sebagai bagian dari jaringan peredaran sabu di dalam Lapas Kelas IIA Parepare.
“Total ada enam tersangka, empat di dalam dan dua di luar lapas,” ungkap Tarmizi saat itu.
Barang bukti yang disita antara lain 18 sachet sabu, sebuah handphone, bungkus rokok, dan kotak obat yang digunakan untuk menyembunyikan barang haram tersebut.
Para tersangka dijerat Pasal 114 dan 112 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Kalapas Mengaku Tak Tahu, Pengawasan Dipertanyakan
Ironisnya, Kepala Lapas Kelas IIA Parepare, Marten, mengaku tidak mengetahui secara pasti berapa warga binaannya yang diperiksa polisi. Ia bahkan mengaku baru tahu dari media.
“Saya tahunya dari pemberitaan, ya empat orang,” kata Marten, Kamis (25/9/2025).
Pernyataan itu semakin memperkuat dugaan lemahnya sistem pengawasan di dalam lapas.
Setelah kasus ini mencuat, pihak lapas baru melakukan razia di blok hunian dan menemukan sekitar 120 unit ponsel yang digunakan warga binaan. Semua barang terlarang itu dimusnahkan pada Kamis (2/10/2025).
Selain ponsel, petugas juga menyita sejumlah charger dan barang-barang lain yang seharusnya tak berada di tangan napi.
Marten menduga handphone-handphone itu diselundupkan oleh keluarga atau pembesuk warga binaan.
“Mereka selundupkan lewat makanan, bahkan kadang disembunyikan di badan. Kami memang sulit mendeteksi semuanya,” ujar Marten.
Namun temuan ratusan ponsel itu menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya, dari alat komunikasi itulah transaksi sabu antara napi dan pembeli diduga terjadi melalui aplikasi WhatsApp.
Kenyataan bahwa sabu bisa keluar-masuk lapas tanpa terdeteksi menunjukkan bahwa pengawasan di Lapas Parepare longgar dan rawan dimanfaatkan jaringan narkoba.
Padahal, prosedur standar mengharuskan pemeriksaan ketat terhadap setiap pembesuk maupun barang bawaan mereka.
Kini publik menanti keseriusan aparat kepolisian dan pihak lapas dalam menuntaskan kasus ini. Karena selama pintu pengawasan masih terbuka, bisnis haram di balik jeruji besi akan terus hidup.
(Ardi)