Lahan Empang Disulap Jadi Perumahan, Pengembang Diduga Abaikan Aturan Lingkungan

Sorot31 Dilihat

B120news.com– Aktivitas penimbunan lahan empang di kawasan Perumahan Rachita Indah 2, Jalan Poros Galesong Utara, Desa Aene Towa, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, kini menuai sorotan tajam dari warga.

Dua unit alat berat tampak bekerja siang dan malam di lokasi tersebut.

Warga menduga, proyek ini menggunakan BBM jenis solar bersubsidi, yang semestinya hanya diperuntukkan bagi nelayan dan masyarakat kecil.

Tak hanya itu, asal material timbunan pun misterius. Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan bahwa tanah yang digunakan tidak jelas sumbernya, bahkan diduga kuat diambil dari lokasi tanpa izin tambang resmi.

Lebih ironis lagi, aktivitas penimbunan tersebut diduga dilakukan tanpa dokumen legalitas seperti izin reklamasi, AMDAL, maupun Kajian Lingkungan Hidup (KLH).

Tidak ada papan proyek atau keterangan resmi yang terpampang di sekitar area kegiatan.

“Tiba-tiba saja ada truk dan alat berat masuk, menimbun setiap hari. Tidak ada papan proyek atau penjelasan apa pun dari pihak pengembang,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Minggu (6/10/2025).

Ketika dikonfirmasi, Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Takalar menyatakan bahwa urusan perizinan bukan menjadi kewenangan instansinya.

“Semua izin saat ini sudah terintegrasi melalui OSS, baik kegiatan ringan maupun sedang,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.

Sementara itu, Kepala Bidang Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Takalar, Rahmawati, saat dihubungi untuk dimintai klarifikasi hanya membaca pesan tanpa memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.

Aktivitas tersebut kini menjadi tanda tanya besar di tengah publik, lantaran berlangsung terbuka di kawasan padat penduduk tanpa kejelasan izin maupun pengawasan dari instansi terkait.

Warga mendesak agar pihak berwenang segera turun tangan untuk menghentikan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan dan menimbulkan dampak sosial di wilayah tersebut.

Jika benar terbukti melanggar, pengembang maupun pihak terkait bisa terancam pidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.

(Bersanbung)

(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *